ING-ATASE
Setiap kali mendengar kata/ungkapan bahasa Jawa ing-atase, aku selalu kesulitan menterjemahkannya ke Bahasa Indonesia untuk istriku yang bukan asli orang Jawa. Kata “ing” sama dengan “di”, tetapi kata “atase” bukan berasal dari kata dasar “atas” yang mendapat akhiran “e” lalu berarti “atasnya”. Sama sekali bukan. Begitulah, memang banyak sekali kata/ungkapan Bahasa Jawa yang tidak bisa dibahasa-Indonesiakan. Kalau pun bisa, tentu nilai rasa dan makna yang sesungguhnya belum terwakili.
Bahasa Indonesia hanya mengenal kata “jatuh” misalnya, untuk menyebut orang atau sesuatu yang semula dalam posisi di atas atau berdiri tiba-tiba karena suatu sebab memaksanya berposisi di bawah, di tanah atau lantai. Orang Jawa akan memilih diksi yang tepat untuk mengungkapkan peristiwa “jatuh” berdasarkan sebab-musabab dan posisi jatuhnya. Maka ada diksi nggeblak, njlungup, keplengkang, keblondrok, ngglundhung, jiglok atau rigol.
Setiap kali mendengar kata/ungkapan bahasa Jawa ing-atase, aku selalu kesulitan menterjemahkannya ke Bahasa Indonesia untuk istriku yang bukan asli orang Jawa. Kata “ing” sama dengan “di”, tetapi kata “atase” bukan berasal dari kata dasar “atas” yang mendapat akhiran “e” lalu berarti “atasnya”. Sama sekali bukan. Begitulah, memang banyak sekali kata/ungkapan Bahasa Jawa yang tidak bisa dibahasa-Indonesiakan. Kalau pun bisa, tentu nilai rasa dan makna yang sesungguhnya belum terwakili.
Bahasa Indonesia hanya mengenal kata “jatuh” misalnya, untuk menyebut orang atau sesuatu yang semula dalam posisi di atas atau berdiri tiba-tiba karena suatu sebab memaksanya berposisi di bawah, di tanah atau lantai. Orang Jawa akan memilih diksi yang tepat untuk mengungkapkan peristiwa “jatuh” berdasarkan sebab-musabab dan posisi jatuhnya. Maka ada diksi nggeblak, njlungup, keplengkang, keblondrok, ngglundhung, jiglok atau rigol.
Kata “duduk” dalam Bahasa Indonesia akan diungkapkan dengan diksi sesuai gaya atau posisi duduknya. Posisi duduk lesehan dengan dua kaki ditekuk di depan, telapak kaki kanan di bawah dengkul kiri dan sebaliknya, itu disebut sila (silo) Kalau kedua kaki ditekuk kebelakang di bawah pantat atau diduduki, itu namanya timpoh. Adalagi kata jegrang, ongkang-ongkang, mekongkong, methingkrang, methothok, ndlosor, dan ndheprok yang digunakan untuk gaya duduk yang berbeda lagi, Begitulah, diksi Bahasa Jawa sangat detil, bahkan mungkin paling detil di antara ribuan atau jutaan bahasa yang ada di dunia, terutama dalam penyebutan nama-nama benda, sifat, dan rasa,
Di antara ribuan kata/ungkapan/frasa Bahasa Jawa yang paling kusuka adalah istilah ing-atase. Frasa ini sudah jarang digunakan orang, tetapi temanku Sasa, si-juru parkir “idola dan maskot” warung Soto Kartongali Jolotundo itu, masih sering menggunakannya. Asal tahu saja, pekerjaan utama Sasa dari pagi sampai siang menjadi juru parkir. Di bidang ini dia mungkin bisa disebut Juara 1 Juru Parkir Nasional. Pekerjaan sampingannya adalah melayani panggilan sebagai juru pijat di sore hingga malam. Jangan tanya betapa enaknya pijatan Sasa dengan tangannya yang kekar itu. Yang jelas, banyak orang menjadi tuman dan memanggilnya lagi ketika badan terasa capek dan pegal-pegal.
Kembali ke ing-atase, entah berapa puluh kali frasa ini diucapkan Sasa sambil memijatku selama 2 jam tadi malam. Sebagaimana juru pijat pada umumnya, Sasa pinter ngobrol dan bercerita sambil tangan dan jemarinya terus beraksi sejak telapak kaki hingga ubun-ubun, dari posisiku tengkurap hingga terlentang. Ketika kutanya kabar tentang keluarganya dengan satu-dua kalimat, dia menjawab dengan nggacor panjang-lebar tentang isterinya yang rajin beribadah, merawat rumah, pinter masak, dan ringan tangan membantu tetangga. Anak-anaknya juga rajin sekolah, bahkan yang sulung sudah bekerja di Jakarta setelah tamat dari SMK.
“Alhamdulillah, Om, ing-atase tukang parkir dan tukang pijet, tapi rumah tangga saya bisa seperti orang-orang pada umumnya. Bisa mbangun rumah, bisa nyekolahkan anak-anak, bisa ikut urun pembangunan kampung, jalan-jalan dan masjid, bisa ikut rewangan dan nyumbang bila ada kerabat punya hajat.”
Ketika kutanya tentang pekerjaannya menjadi juru parkir, Sasa langsung nggacor tentang Soto Kartongali yang semakin ramai dikunjungi orang-orang kaya bermobil mewah dari luar kota sejak jam 7 pagi hingga jam 3 sore, tentang para pelayan yang sering kewalahan hingga tidak cepat membersihkan meja dan lantai kotor, tentang pemberian uang parkir yang sering berlebih dari para pengunjung, atau tentang pengunjung bersepeda motor yang lebih sering digratiskan parkirnya.
“Ing-atase Sasa tukang parkir lho, Om, tiap hari ada saja orang ngajak foto dengan hp-nya. Kalo cuma bapak-bapak nggak apa-apa, ora gumun. Lha akhir-akhir ini sering mbak-mbak dan ibu-ibu cantik yang ngajak foto. Nempel-nempel lagi. Malu banget aku,” ceritanya sambil tertawa.
“Malu apa bangga, Sa?” tanyaku.
“Malu tenan, Om. Rasanya semua orang yang lewat pada melihatku. Coba kalo istriku melihat, apa jadinya. Bisa geger to, Om.”
Yang paling menarik sekaligus mengharukan ketika Sasa kupancing tentang pilihan politiknya pas pilkada dulu, "Sasa sudah nengok beliau di tahanan apa belum?"
"Belum, Om. Wah kalo ingat itu jadi miris, kasihan sekaligus malu."
"Lha kok bisa?"
"Mungkin aku termasuk yang mblondrokke karena dulu ikut memilihnya ya, Om? Tapi ya dasar orang tamak, ing-atase Bupati kok
mau-maunya nerima sogokan dari anak-buahnya yang pengin naik jabatan."
"Beliau kan butuh ngumpulkan amunisi sebanyak-banyaknya untuk biaya politik, Sa. Jaman sekarang ini biaya politik untuk jadi pejabat memang mahal harganya. Butuh modal bermilyar-milyar untuk bisa jadi anggota Dewan, Bupati, Gubernur, apalagi Presiden. Jadinya mereka suka disogok dan menikmati sogokan."
"Ya mungkin, Om. Lha ing-atase teman-teman dekat
yang dulu kelihatan nyubyo-nyubyo, lha kok ya tega-teganya mempermalukan dan menghabisi karir politik beliau. Sebagai pemilih, jelas aku
sangat malu, Om. Gela. Kecewa.”
Aku terdiam tidak berani merespon. Kunikmati saja pijatan finishing di kepalaku, sambil mencoba membayangkan entah ada berapa orang seperti Sasa ini. Pasti sangat langka. Hanya sedikit orang yang punya kesadaran hingga menyesali pilihan politiknya yang ternyata salah dan mengecewakan.
Ah, Sasa, pijatanmu memang luarrr biasa. Makasih ya.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar